Lalu, jika anda menghadapi kondisi seperti itu, apa yang seharusnya anda lakukan?
Interaksi sosial dan juga negosiasi tidak selalu berjalan secara seimbang. Ada aktor yang lebih kuat. Ada aktor yang lebih lemah. Kalau kita dalam posisi menjadi aktor yang lebih kuat, tentu tidak masalah. Namun, bagaimana kalau posisi kita lebih “lemah?” Bagaimana cara menambah dan mengoptimalkan POWER yang kita miliki?
Kekuatan (power) merupakan salah satu dari tiga dimensi penting yang harus dikuasai oleh negosiator sukses. Kebanyakan negosiator pemula selalu menganggap bahwa kekuatan itu tidak bisa dikembangkan. Atau hanya berasal dari sumber sumber terbatas. Kalau kita sudah mendefinisikan diri kita menjadi semut dan lawan kita menjadi gajah maka biasanya otomatis kita akan berpikir sebagai si kecil melawan si raksasa. Nasib tidak bisa diubah.
Kita tidak pernah bisa membayangkan, seperti yang terjadi dalam film fiksi, kalau semutpun dengan rekayasa genetika tertentu bisa berubah menjadi raksasa semut. Makhluk semut alien dari angkasa luar yang siap mengobrak-abrik bumi.
Itulah poin saya. Negosiator harus secara kreatif mencari sumber sumber kekutan sebanyak mungkin sehingga ia bisa berubah menjadi semut raksasa ketika harus melawan gajah. Dengan menguasai sumber sumber kekuatan itu maka setiap negosiator bisa meningkatkan leverage-nya bahkan dalam masa masa negosiasi yang sulit sekalipun. Dari mana sumber sumber kekuatan itu berasal?
Ada banyak sumber kekuatan yang bisa diekplorasi dan dieksploitasi. Misalnya:
1. Kekuatan legitimasi.
Saya pernah melihat adegan dalam serial candid camera. Seorang pria memasuki ruang tunggu praktek dokter. Ia memandang sekeliling dan terheran heran: semua orang yang ada di ruang tunggu praktek dokter tersebut hanya mengenakan pakaian dalam. Ada yang sedang minum kopi, membaca majalah, mengobrol dan lainlain, semuanya hanya mengenakan pakaian dalam. Awalnya pria tersebut kaget tetapi kemudian ia memutuskan bahwa semua calon pasien disini memang hanya harus mengenakan pakaian dalam saja. Dua puluh detik kemudian, ia menanggalkan pakaiannya dan duduk disitu hanya mengenakan pakaian dalam saja.
Di sebuah adegan candid camera yang lain seorang wanita menunggu lift, tak lama kemudian liftpun datang dan pintunya terbuka. Saat melongok ke dalam wanita itu melihat bahwa semua orang berdiri menghadap bagian belakang lift. Jadi iapun melangkah masuk dan ikut menghadap belakang seperti yang lain.
Itulah kekuatan legitimasi. Mengapa si pria memutuskan hanya mengenakan pakaian dalam dan si wanita memutuskan untuk menghadap ke belakang? Karena dua-duanya menganggap bahwa perilaku itu adalah legitimate (karena dilakukan oleh sebagian besar masyarakat) dan tidak mau mempertanyakan legitimasi itu, meskipun tindakan tersebut tidak masuk akal.
Seberapapun cemerlang sebuah gagasan, seringkali tidak bisa diterima oleh pihak lain, bukan karena gagasan itu buruk atau tidak masuk akal. Menurut riset, sebagian besar dari penolakan datang dari mempertanyakan lejitimasi gagasan tersebut.
Misalnya, dalam sebuah negosiasi anda mengusulkan merger diantara dua unit dalam sebuah perusahaan yang selama ini terpisah. Alasannya sangat logis: Dengan merger itu perusahaan bisa lebih efisien, lebih profitable dan koordinasi bisa lebih lancar. Tetapi saya hampir yakin bahwa gagasan itu akan ditolak oleh banyak pihak karena alasan kepentingan (vested interest). Karena ada yang dirugikan dalam proses itu.
Jika demikian maka penolakan itu sering muncul dalam bentuk argumen lejitimasi, misalnya mempertanyakan dasar hukumnya, mempertanyakan presedennya, mempertanyakan kelayakan secara kultural dan lain sebaginya.
Oleh karena itu penting bagi seorang negosiator untuk mengetahui detil dari bentuk bentuk lejitimasi yang bisa digunakan untuk mempersenjatai gagasan gagasannya. Dalam konteks ini seorang negosiator bisa memperoleh kekuatan dengan dua cara. Pertama, menggunakan legitimasi yang telah ada atau kedua mempertanyakan legitimasi yang ada.
2. Kekuatan moralitas.
Sumber kekuatan yang klain yang bisa didapatkan seorang negosiator adalah standar moralitas dalm masyarakat. Kita semua hidap di dalam standar moralitas tertentu, yang meskipun memiliki detil berbeda beda, tetapi pada umumnya memiliki standar umum moralitas yang sama.
Misalnya, seorang terdakwa yang duduk di depan hakim atau juri seringkali mengungkapkan pembelaan sebagai berikut. “Juri yang terhormat saya tidak peduli lagi berapa lama saya dihukum. Tetapi, mohon diingat bahwa saya memiliki tiga orang anak kecil di rumah dan istri yang tidak bekerja. Apapun hukuman yang saya terima akan berarti juga menghukum keluarga saya yang tidak bersalah tersebut. Mohon juri yang terhormat mempertimbangkan keputusan yang seadil adilnya bagi keluarga saya yang tidak berdosa tersebut.”
Itulah contoh dari kekuatan moralitas. Seorang negosiator bisa saja meminta lawannya untuk menyepakati kesepakatan kesepakatan yang bersifat adil, meskipun secara materi kesepakatan tersebut lebih menguntungkan perusahaan yang kecil daripada perusahaan yang besar. Apalagi dalam kondisi dimana perundingan tersebut di dalam coverage media masa, maka setiap negosiator harus mempertimbangkan aspek moralitas tersebut sebagai bagian dari reputasi perusahaan.
3. Kekuatan Keahlian.
Salah satu sumber kekuatan yang bisa didapatkan oleh negosiator adalah kekuatan yang berasal dari ilmu pengetahuan. Dalam situasi negosiasi yang sangat kompleks, dimana agendanya beragam dan tumpang tindih dan pihak yang terlibat jumlah nya banyak, maka ketakutan terhadap ketidakpastian akan sangat tinggi.
Dalam situasi demikian penolakan terhadap kesepakatan bisa terjadi karena pihak pihak yang berunding tidak begitu yakin dengan hasil yang akan diraih. Ini biasanya terjadi dalam negosiasi antara perusahaan dengan masyarakat sekitar dalam isu corporate social responsibility. Atau juga bisa terjadi dalam perselisihan antara perusahaan dengan buruh.
Jika ketakutan terhadap ketidakpastian cukup tinggi yang diperlukan adalah roadmap yang bisa meyakinkan pihak pihak yang bisa berunding bahwa kesepakatan yang akan mereka pilih adalah on the right track menuju tujuan bersama. Disitulah peran knowledge dan keahlian diperlukan untuk memberikan roadmap yang jelas terhadap suatu proposal kesepakatan.
Artinya untuk menjadi negosiator yang kuat, si negosiator tersebut harus memiliki knowledge dan keahlian yang bisa meyakinkan orang lain. Kalau tidak, negosiatior juga harus meminta bantuan pihak ketiga yang dianggap independen dan memiliki legitimasi keilmuan dalam bidang tersebut.
4. Kekuatan Mengetahui Kebutuhan Orang lain.
Dalam semua negosiasi ada dua hal yang dirundingkan. Pertama, permintaan atau isu spesifik yang dinyatakan secara terbuka oleh para pihak terkait. Kedua, kebutuhan riil yang dimiliki oleh masing masing pihak yang biasanya tidak dinyatakan secara eksplisit.
Dalam negosiasi berlaku hukum “listen what they did not say.“ Seorang negosiator yang cerdas dan kuat adalah negosiator yang bisa mendengarkan apa yang tidak dikatakan oleh lawannya. Negosiator yang baik adalah negosiator yang bisa memahami kebutuhan riil lawannya.
Banyak negosiasi berakhir dengan kegagalan karena para negosiator hanya terfokus pada memenangkan perang kata kata, bukannya merundingkan kepentingan dan kebutuhan riil dari semua pihak.
Apabila seorang negosiator bisa mengetahui variasi kebutuhan yang dimiliki oleh lawannya (misalnya, dengan menggunakan piramida hirarki kebutuhannya Maslow), maka dia memiliki peluang untuk melakukan barter satu kebutuhan dengan kebutuhan yang lain.
5. Kekuatan Identifikasi.
Pernahkah anda tetap setia untuk membeli barang barang kebutuhan anda pada sebuah toko tertentu padahal anda tahu bahwa harga di toko tersebut sebenarnya sedikit lebih mahal dibandingkan toko lainnya? Saya yakin sebagian besar anda pernah mengalaminya. Kalaupun anda tidak pernah mengalaminya, saya yakin bahwa anda sering melihat bahwa orang lain, teman anda atau siapapun berbuat seperti itu. Mengapa itu bisa terjadi?
Jawabnya bisa macam macam. Mungkin anda merasa nyaman dengan pelayanan yang diberikan oleh pramuniaganya. Mungkin anda merasa nyaman dengan tempatnya. Mungkin anda merasa sreg berada di situ , entah karena apa.
Itulah yang disebut sebagai kekuatan identifikasi. Seorang yang berhasil diidentifikasi sebagai sahabat oleh pihak lain, akan mendapatkan kepercayaan dan sekaligus pemihakan. Dalam kondisi seperti itu pihak lain akan lebih bisa menerima gagasan-gagasan anda.
Dalam dunia marketing ada istilah “First they have to buy you and then your products.” Artinya jika konsumen telah “membeli” anda , maka mereka akan sukarela membeli produk produk anda. Negosiator sukses adalah negsiator yang berhasil dibeli oleh partnernya sehingga mudah bagi negosiator tersebut untuk menjual gagasan gagasannya kepada mereka.
Nah, setelah belajar sumber-sumber power dalam negosiasi, pasti anda tidak akan khawatir lagi menghadapi siapapun counterpart anda dalam perundingan. Tentu saja, masih banyak lagi sumber sumber power yang bisa digali oleh seorang negosiator
Tidak ada komentar:
Posting Komentar