9/23/2010

Be Come a Profesional MICE Organizer

Perkembangan industri Meeting Incentive Convention Exhibition (MICE), di Indonesia sudah menunjukan arah peningkatan, meski tumbuh secara perlahan. Lambatnya laju pertumbuhan di industri mice ini tidak lain adalah kurangnya sumber daya manusia (SDM) baik secara kuantitas maupun profesionalismenya.
Untuk mengakomodasi hal ini, PT. Indo Kreatif Mishatama mengadakan workshop nasional, dengan tajuk Be Come a Profesional MICE Organizer, pada tanggal 27-28 Februari 2008, di Hotel Kartika Chandra. Acara ini, diharapkan nantinya 20 orang yang menjadi peserta workshop dapat menjadi Sumber Daya Manusia yang Professional dalam menekuni bidang MICE baik yang terjun di Profesional Exhibition Organizer (PEO), maupun Profesional Conference Organizer (PEO). Kemudian dapat memberikan pengetahuan dan pembelajaran mengenai konsep dasar dan tehnik dalam mengelola event MICE baik yang bertaraf nasional maupun internasional.
Workshop ini sangat bermanfaat, sebab dapat menghadirkan para praktisi seperti Surya Dharma dari Departemen Kebudayaan dan Pariwisata, Eko Prabowo, dari ASPERAPI, Herman Widiapoera praktisi Exhibition Organizer bertaraf Internasional, Ida Bagus Lolec Surakusuma dari industri travel, Andi Soehendro mewakili Venue Owner, Agus Iswahyudi mewakili stand contractor, Adeviyanti mewakili pacto convex dan praktisi pendidikan Christina L, Rudatin dari D-4 MICE P.N.J.
Sehari menjelang diadakannya workshop, Ivan Haeqal, selaku direktur PT. Indo Kreatif Mishatama mengutarakan, workshop ini merupakan langkah kedua setelah sukses menggarap acara seminar mengenai Be Come a Profesional Mice Event Organizer pada tahun 2007.
Memang harus diakui, dari segi sumber daya manusia (SDM), Indonesia harus terus berbenah pada industri ini. Pada peserta workshop, Surya Dharma mengatakan, bahwa Industri mice Indonesia masih banyak kelemahan dan kekuranganya. Beberapa hal tersebut, surya mencontohkan mengenai lemahnya profesionalitas SDM baik dari segi kualitas dan kuantitas, aksesbilitas kurang optimal, serta untuk sosialisasi mengenai peranan mice pun masih kurang, baik di tingkat pusat maupun daerah.
Kurangnya sosialisasi tentang industri mice pun diamini oleh beberapa peserta workshop ini. Beberapa daerah seperti Semarang, Kalimantan dan Sulawesi memang tidak paham betul akan istilah mice yang telah menjadi sebuah industri ini. Sayangnya, para peserta dari daerah tidak ada yang menanyakan mengenai kriteria seperti apa saja suatu provinsi yang masuk dalam ranah destinasi mice. Mereka hanya mengetahui bahwasannya mice merupakan bagian dari paket pariwisata. “Kalau mice merupakan bagian dari pilar pariwisata, provinsi kami memiliki potensi wisata yang bagus. Kami memiliki segitiga karang yang tidak dapat ditemukan pada provinsi lain,” ujar peserta workshop dari Sulawesi Tengah.
Jika ditilik lebih lanjut, nilai ekonomis dari wisata mice ini sebenarnya dapat meningkat 2 kali lipat lebih besar dibandingkan dengan wisata konvensional. “Singapore Tourism Board menunjukan data, bahwa nilai ekonomis wisata mice dua kali lebih besar dari sektor wisata konvensional,” terang, Surya Dharma. Pada saat presentasi di depan peserta workshop, Surya Dharma mencontohkan ada beberapa pasar potensial yang menjadi bagian dari industri mice, misalnya, pertemuan, atau meeting dari NGO-NGO (Non Government Organization). Kemudian, spartai politik, perusahaan-perusahaan multinasional pun dianggapnya sebagai pasar potensial.
Hal senada pun di ungkap oleh Herman Wiriadipoera, praktisi sekaligus CEO pameran bertaraf Internasional Napindo Media Ashatama. “Mice itu industri yang besar, dan dapat mendatangkan nilai devisa yang besar pula bagi Negara. Namun dalam hal ini, mice belum tergarap secara maksimal,” sebut Herman. Herman kembali menambahkan, untuk mengadakan event bertaraf internasional saja, sudah mengundang devisa bagi Negara yang didapat dari sektor transportasi, hotel, hiburan, dan souvenir.
Namun sangat disayangkan kembali, venue-venue besar ditiap daerah akan tetapi tidak dimanfaatkan secara maksimal. Kemudian pemerintah dalam hal ini kurang berperan aktif dalam hal edukasi, dan terkesan berjalan sendiri-sendiri dan tumpang tindih. Seperti diketahui, industri mice di Indonesia dipegang oleh dua departemen yang berbeda, yakni departemen perdagangan dan departemen pariwisata. Eko Prabowo wakil sekjen Dewan Pimpinan Pusat Asosiasi Perusahaan Pameran Indonesia (ASPERAPI) memaparkan pada peserta workshop, untuk mengadakan ijin seperti Meeting, Incentive, Convention harus melalui Departemen kebudayaan dan pariwisata. Kemudian untuk exhibition harus melalui Departemen Perdagangan.

Andai saja pemerintah dapat mengkap sinyalemen industri ini dengan baik, kemudian suasta selaku pelaksana industri dapat berjalan seiring, bukan tidak mungkin pertumbuhan mice Indonesia akan setaraf dengan negara Singapura. Paling tidak, pada tahun 2008, industri mice Indonesia akan meningkat menjadi 10-15 persen dari target pertumbuhan 3 persen pada tahun 2007 seperti yang ditetapkan oleh Departemen Kebudayaan dan Pariwisata Republik Indonesia.

Medan Mulai Berkembang Menjadi Kota Tujuan MICE

MEDAN, JUMAT - Medan mulai berkembang menjadi salah satu kota tujuan wisata dengan orientasi meeting, intensive, conference and exhibition atau MICE. Pembangunan beberapa jaringan hotel internasional seperti J W Marriot, Aston hingga Swiss Bell Hotel yang akan selesai tahun ini mempercepat pengembangan Medan sebagai salah satu alternatif tujuan MICE di luar Jawa selain Bali.
Menurut Ketua Badan Pariwisata Daerah Sumatera Utara (Sumut) Henry Hutabarat, saat ini yang paling dibutuhkan kota Medan adalah pembangunan gedung exhibition centre. "Untuk mendukung pengembangan Medan sebagai salah satu destinasi MICE di Indonesia, kami memang membutuhan pembangunan conference and exhibition centre dalam skala besar. Minimal berkapasitas 5.000 orang. Saat ini gedung yang ada hanya bisa menampung paling banyak 1.000 hingga 2.000 orang," ujar Henry di Medan, Jumat (14/3).
Padahal menurut dia, agenda tahunan yang rutin diadakan di kota ini mendatangkan banyak warga negara asing hingga ribuan seperti acara pertemuan marga Tionghoa hingga acara konferensi kedokteran internasional. "Kemarin saja ada pertemuan marga Tionghoa yang dihadiri 2.000-an orang. Kalau saja ada gedung eksibisi yang layak, mungkin acara sejenis bisa menghadirkan lebih banyak lagi. Ini kan berarti potensi jumlah turis asal China yang datang akan lebih besar," katanya.
Menurut Henry, fasilitas pendukung seperti hotel berjaringan internasional sudah semakin banyak di Medan. Hotel-hotel ini kan berjaringan internasional, sehingga turis asing pun tak perlu lagi khawatir soal akomodasi. "Apalagi hotel-hotel ini bisa melakukan promosi tersendiri melalui jaringannya," katanya.
Lebih lanjut kata Henry, hotel-hotel ini pun tak perlu khawatir dengan tingkat okupansinya jika gedung eksibisi dan pertemuan bisa terealisasi. Menurut Henry, tingkat okupansi akan tinggi dengan sendirinya jika di Medan banyak digelar pertemuan berskala internasional.
"Yogyakarta bisa jadi tuan rumah TIME (Tourism Indonesia Mart and Expo) dan ATF (ASEAN Tourism Forum) karena memiliki Jogja Expo Centre, Medan yang juga merupakan kota tujuan wisata terbesar di luar Jawa setelah Bali, sudah seharusnya bisa menggelar ajang tersebut kalau ada gedung pusat eksibisi dan pertemuan," katanya.
Ketua Tim Pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus Sumut yang juga mantan Wakil Wali Kota Medan Maulana Pohan mengungkapkan, sudah saatnya pemerintah daerah kembali memikirkan dukungan untuk membangun gedung pusat eksibisi dan pertemuan. Sependapat dengan Henry, Maulana mengatakan pembangunan hotel bertaraf internasional seharusnya sejalan dengan keinginan mewujudkan Medan sebagai salah satu tujuan MICE di luar Jawa.
Baik Henry maupun Maulana berharap, sinergi pelaku usaha pariwisata, pemerintah daerah dan Real Estate Indonesia (REI) diperlukan untuk mewujudkan Medan sebagai kota tujuan MICE. Apalagi lanjut Hen ry, dalam peringatan ulang tahun REI ke-36 yang digelar di Medan, DPP REI mulai memikirkan sumbangsih pengembang dalam industri pariwisata di Indonesia.
"Kalau REI mau ikut terlibat, sekarang mungkin saat yang paling tepat. Mereka bisa ikut mengembangkan kota Medan, salah satunya dengan membantu mewujudkan gedung pusat eksibisi dan pertemuan berkapasitas besar," kata Henry.
Sejalan dengan itu, mantan Menteri Pariwisata Pos dan Telekomunikasi Joop Ave yang berbicara dalam forum talk show peringatan ulang tahun REI ke-36, pengembang yang tergabung dalam REI tidak perlu menunggu pemerintah untuk ikut mendukung industri pariwisata. "Bila perlu jika ada Badan Promosi Pariwisata Indonesia, ketuanya bisa dari REI, " katanya.

ABOUT MICE


MICE, singkatan bahasa Inggris dari "Meeting, Incentive, Convention, and Exhibition" (Indonesia:Rapat, Insentif, Konvensi, dan Pameran), dalam industri pariwisata atau pameran, adalah suatu jenis kegiatan pariwisata di mana suatu kelompok besar, biasanya direncanakan dengan matang, berangkat bersama untuk suatu tujuan tertentu. Akhir-akhir ini telah suatu kecenderungan pada para pelaku pasar pariwisata untuk mengganti istilah ini menjadi "Meeting Industry". Dunia MICE adalah dunia yang belum terjamah dengan baik di Indonesia. Padahal dunia MICE merupakan salah satu andalan pariwisata di beberapa negara maju. Dunia MICE merupakan salah satu dunia bisnis yang menjanjikan. Namun baru sedikit sekali pihak Indonesia yang mau bermain di dunia MICE. Mungkin salah satu penyebabnya adalah kurangnya pengetahuan tentang MICE di Indonesia. Namun di Indonesia sudah mulai ada lembaga pendidikan yang memberikan pendidikan tentang MICE. Di antaranya adalah Universitas Indonesia. Berada di bawah departemen Antropologi FISIP UI, ada jurusan D3 Pariwisata yang memiliki tiga pilihan konsentrasi antara lain perhotelan, usaha jasa perjalanan wisata budaya, dan Mice. Untuk konsentrasi MICE, diketuai oleh Ibu Aris Miyati Nasution. Beliau adalah pakar MICE Indonesia. Beliau bisa dikatakan sebagai sesepuh dunia MICE Indonesia. Selama satu tahun konsentrasi mahasiswa akan diberikan berbagai teori tentang dunia Mice yang sangat besar potensinya. Dunia MICE di Indonesia masih sangat besar potensinya untuk digali sedalam mungkin. Banyak negara yang sudah menjadikan dunia MICE sebagai salah satu potensi wisatanya.
Seperti Jepang dengan "Tokyo Motor Show", Jerman dengan "Frankfurt Motor Show", dan lain sebagainya. Bahkan berbagai biro perjalanan wisata telah membuat paket wisata mengunjungi berbagai event MICE di berbagai belahan dunia. Ini adalah potensi bisnis yang besar. Dunia MICE memiliki multiplier effect yang sangat besar. Sangat banyak lapangan pekerjaan yang tercipta dari adanya event MICE di suatu negara. Puluhan roda industri di dunia akan berputar dengan baik karena ada event MICE. Pihak pihak yang akan mendapat keuntungan dari event MICE antara lain:
Perkembangan MICE di Bali sudah mencapai hasil yang cukup menggembirakan. Adanya elemen-elemen pariwisata terkait seperti Dinas Pariwisata Daerah Bali yang juga bekerjasama dengan Bali Hotel AssociationINCCA (Indonesia Congress & Convention Association)ASITAPerhimpunan Hotel dan Restaurant Indonesia (PHRI), dan institusi serupa membuat Bali sebagai tujuan MICE di dunia selanjutnya. Hal ini terbukti dengan banyaknya event dunia yang diselenggarakan di Bali seperti UNFCC dan Bali Asian Beach Games yang berlangsung diNusa Dua, Bali.
Di Bali juga banyak terdapat pakar-pakar serta praktisi pariwisata yang sekaligus menjadi pakar MICE, antara lain I Ketut Jaman, Martinus Pake Seko, I.B Lolec Surakusuma, I Nyoman Madiun, dan I Made Suradnya yang juga menjadi dosen pengajar di Sekolah Tinggi Pariwisata Bali. Banyaknya pelaku yang terkait disebabkan karena Industri MICE tidak berdiri sendiri tetapi ditopang oleh komponen-komponen yang tak terhitung jumlahnya termasuk instansi pemerintahan.
Disamping itu, perkembangan MICE di Bali telah menjamah sektor perhotelah di Bali, dimana hampir semua hotel berbintang 5 di Bali memiliki fasilitas standar meeting seperti meeting venue, dan departemen yang mengatur berlangsungnya kegiatan MICE di hotel tersebut. Biasanya MICE di organiser oleh Banquette Department.

SMS Graatissss tisss tisss